Kamis, 10 Januari 2013

OKAMI SAGA: ALPHA - OSIS



Versi awal dapat dilihat di sini.

OKAMI SAGA: ALPHA

SAGA 1


OSIS


 
Sudah hampir satu jam berlalu sejak Pak Rudi, guru fisika kami yang merupakan seorang perjaka tua, mengajarkan teori relativitas Einstein. Hampir semua murid di kelas melakukan kegiatan lain selain mendengarkan ‘khotbah’ membosankan darinya seperti bermain handphone  hingga berkhayal dengan muka mesum seperti Vincent, teman duduk sebelahku.
“Pak, permisi. Saya boleh minta penjelasan lebih detil tentang hubungan energi dan massa dalam teori yang dijelaskan tadi?”
“Tentu Diana. Biar bapak jelaskan lebih dalam lagi agar kamu dan semua murid di kelas dapat semakin memahami pelajaran ini,” terang Pak Rudi - yang semakin bersemangat untuk ‘berpidato’ lebih panjang dari rel kereta api - saat menjawab pertanyaan murid cewe yang juga merupakan primadona di kelas kami.
Bukannya Pak Rudi tidak peduli dengan ulah para murid kelas XI-2 IPA ini, namun ia memang sudah puas asalkan ada satu atau dua orang yang memperhatikannya seperti primadona. Ketua OSIS kami yang juga merupakan primadona sekolah tersebut selalu serius belajar setiap mengikuti pelajaran apapun. Selain memiliki wajah rupawan, kulit putih, dan tubuh semulus penyanyi Beyonce, ia juga sangat berbakat dalam seluruh bidang olahraga.
TUK!
“Aduh! Sakit tau!” decakku dengan sebal karena dipukul dengan pulpen oleh si mesum Vincent.
“Elo ngeliat ke mana, Vin? Itu si perjaka ting tong lagi nerangin fisika kok elo malah fokusnya ke si Diana? Mikir apa hayooo,” ejek Vincent.
“Heh, gue cuman lagi mikirin ujian seni musik nanti. Suara gue kan bagus, takut menjatuhkan mental murid lainnya gitu loh.”
Vincent spontan menusuk dadaku dengan ujung pulpen sampai aku hampir saja berteriak kesakitan.
DUH!! Sakit tauk, dasar bego mesum!”
“Hush! Daripada elo mikirin hal gak penting, mending cariin cara buat kita ‘selamat’ di ujian nanti dari si Diana,” ujar si mesum sambil melirik ke arah primadona.
Aku mengikuti Vincent melirik primadona sepintas dan melihat jam dinding di atas whiteboard. Pelajaran fisika hampir berakhir dan dilanjutkan dengan seni musik. Pelajaran yang menyenangkan bagi sebagian orang namun menyengsarakan bagi yang lainnya.

***

Dan dimulailah saat-saat menyengsarakan tersebut.
“Diana Valentine.”
Nama primadona dipanggil oleh Ibu Anisa, guru seni musik kami sekaligus penasihat OSIS yang masih muda. Biasanya, seluruh mata murid sekelas akan berbinar-binar setiap melihat primadona berjalan dengan anggun bak model kelas dunia. Sayangnya, hal ini tidak berlaku setiap ujian seni musik.
“Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Anisa dan teman-teman sekalian. Untuk ujian kali ini, saya akan menyanyikan Yamko Rambe Yamko, lagu daerah dari Papua,” pidato singkat sang primadona sebelum mulai bernyanyi. Nyanyiannya lebih terdengar seperti suara klakson beberapa truk gandeng yang dibunyikan secara random.
“Suaranya bahkan bisa membuat zombie mati,” bisik Vincent sambil menutup telinga dengan kedua tangannya.
Ya, kali ini aku setuju dengan perkataan si mesum. Meskipun memiliki suara yang kurang bagus, ia tetaplah seorang primadona yang sempurna.
Bagiku.

Dari empat... Menjadi... Tiga...

DUARRRRR!!!
“!!!”
Seisi kelas langsung terkaget ketika mendengar ledakan tersebut.
Lycan...,” ucap primadona dengan tiba-tiba sambil berlari gesit keluar dari kelas.
Seluruh murid tampak panik, namun Ibu Anisa menenangkan kelas dengan mengatakan bahwa OSIS dapat mengatasinya.
“Percayalah semuanya, Diana dan anggota OSIS lain dapat mengatasi serangan para Lycan tersebut. Mari kita mendoakan keselamatan mereka dari sini, dan jangan ada yang beranjak keluar dari kelas,” ajak Ibu Anisa dengan suaranya yang menenangkan.
“Hmm.. Setidaknya kita tidak perlu mendengar nyanyian Diana untuk sementara. Ya kan Vi-... Alvin?” ujar Vincent yang terkejut ketika melihatku beranjak dari kursi dan berlari keluar kelas.
Aku berlari mengejar primadona tanpa menghiraukan teriakan Vincent maupun Ibu Anisa. Aku sangat ingin melihat pertarungannya dengan para Lycan, manusia setengah serigala dengan kemampuan fisik yang lebih unggul dari manusia pada umumnya.


Setelah berlari menyusuri lorong sekolah yang seolah tak berujung ini, aku menuruni tangga untuk menuju ke wilayah laboratorium sains di lantai satu. Sebuah kepulan asap putih tampak menyembur dari dalam ruang laboratoium fisika. Aku segera memasuki ruang tersebut dan mendapati adegan pertarungan yang menakjubkan.
“Haiiittt!!”
Sang primadona menghujamkan pukulan mautnya bertubi-tubi pada tiga... ah empat ekor Lycan yang datang menyerbunya dari berbagai arah. Para Lycan tersebut menggunakan celana abu-abu, yang berarti mereka sebelumnya adalah para murid.
“Hiaattt!!”
Tendangan primadona mengenai telak kepala seekor Lycan yang menyerang dari belakang dirinya. Lycan tersebut jatuh tersungkur di lantai berdarah-darah karena terhempas ke arah gelas-gelas kaca praktikum fisika. Sang primadona langsung mengambilnya untuk melemparnya ke arah dua ekor Lycan lain yang mencoba mendekatinya.
Satu ekor Lycan tiba-tiba menyerang dengan meloncat dari arah atas lemari penyimpan alat praktikum ketika sang primadona tampak tak menyadarinya, namun sebuah anak panah tiba-tiba melesat dan menembus persis bagian tengah kepala Lycan malang tersebut hingga darah merah berhamburan ke mana-mana. Seorang cewe berkuncir kuda dan kurus pendek tengah berdiri di belakangku.
“Apa yang murid biasa lakukan di sini? Cepat pergi dan berlindung di salah satu kelas!” teriak cewe bermuka judes yang kukenal sebagai salah satu anggota OSIS.
“Alvin!? Apa yang kau lakukan di sini?” teriak primadona sambil menendang perut seekor Lycan yang menerjangnya tiba-tiba. “Elisa, antarkan dia ke kelas terdekat. Aku masih bisa menangani semuanya sendirian di sini.”
“Hm, oke. Kalau begitu hati-hati-.. AWASS!!”
Seekor Lycan tinggi berjas praktikum tiba-tiba menerjang primadona, namun ia terlambat menyadarinya. Cakarnya yang tajam hampir merobek perutnya, namun panah yang dilesatkan Elisa ke arah lengan Lycan tersebut dan gerakan reflek primadona berhasil meminimalisir luka yang timbul.
“Ia pasti Pak Timothy, guru praktikum fisika yang dijuluki sebagai tiang listrik. Hati-hati Diana,” ujar Elisa sambil menyiapkan beberapa anak panah sekaligus. Sang primadona mengangguk pelan dan menyiapkan kuda-kuda untuk mulai menyerang Pak Timothy.
“Kenapa semua murid yang sedang ikut praktikum bisa berubah jadi Lycan seperti ini? Gua baru pertama kali tau ada kasus mutasi Lycan masal seperti ini,” ujar Elisa sambil melesatkan satu-dua anak panah ke Lycan yang mencoba menyerang primadona dari arah yang tidak terlihat olehnya.
“Aku juga gak tau, Lis. Sebaiknya kita cepat laporkan ke OATH segera setelah kita mengalahkan semua Lycan ini,” jawab primadona sambil menangkis serangan Lycan Pak Timothy.
Aku berjalan mundur perlahan keluar dari ruang praktikum karena masih ingin menyaksikan pertarungan tersebut dari jarak aman, namun seekor Lycan pendek yang mengenakan rok abu-abu tiba-tiba saja muncul dari arah belakangku dan menyerang... Elisa.
“AWAS!!” teriak primadona, namun terlambat.
Tangan Elisa berhasil dilukai dengan parah ketika ia melesatkan anak panahnya tepat ke arah mata Lycan pendek tersebut. Darah segar mengalir membasahi lengannya yang putih.
Lycan Pak Timothy tiba-tiba menerjang primadona hingga berhasil menjatuhkannya, kemudian ia langsung menerkam Elisa yang lengah akibat serangan sebelumnya.
“ELISAAAAA!!”
Primadona berteriak kencang dengan wajah pucat ketika melihat rekannya dimutilasi dalam sekejap oleh Lycan Pak Timothy. Hujan darah terjadi tepat di hadapanku.
Primadona tampak kesulitan untuk bangun, sedangkan Lycan tinggi tersebut kini memalingkan wajahnya ke arahku setelah puas mencabik-cabik tubuh yang sudah tak bernyawa lagi di hadapanku.

***

Hujan turun dengan deras, namun prosesi pemakaman Elisa yang cukup mewah berjalan dengan lancar.
Sang wakil ketua OSIS kami yang berwajah jutek tersebut telah gugur dalam pertempuran di ruangan praktikum. Seluruh teman dekat dan keluarganya menangis sejadi-jadinya di dekat makam tempat Elisa berbaring untuk selamanya. Dua orang pria besar berpakaian serba putih dari OATH juga tampak hadir mengheningkan cipta untuk Elisa.
OATH merupakan organisasi yang dibentuk khusus oleh pemerintah untuk mempelajari, meneliti, mengatasi serangan para Lycan, maupun mencari cara untuk menghentikan penyebaran virus Lycanogen, virus yang dipercaya sebagai penyebab manusia biasa dapat bermutasi menjadi Lycan. OSIS - selain berfungsi seperti OSIS pada umumnya - memiliki fungsi sebagai perpanjangan tangan OATH di sekolah-sekolah sekaligus sebagai salah satu jalan termudah untuk orang-orang yang ingin bekerja di OATH.
Bicara soal serangan Lycan, dua orang anggota OSIS yang lain datang membantu tepat pada waktunya sehingga seluruh Lycan di ruangan praktikum berhasil dibunuh. Aku sendiri tidak terluka, sedangkan primadona hanya mengalami lecet yang tidak begitu parah.
Primadona masih berdiri di dekat makam Elisa, berusaha untuk menegarkan wajahnya yang tampak pucat.
“Usa... Ah, maksudku Diana,” ucapku sambil menghampiri primadona dengan perlahan, “Aku turut berduka atas kepergian salah satu anggota OSIS-mu.”
Primadona masih berdiam sejenak sebelum akhirnya memandangkan wajah cantiknya ke arahku.
“Al-.. Oka, apa yang kamu lakukan waktu itu? Kamu mungkin memiliki indigo unik yang membuatmu tidak dapat diserang para Lycan saat tidur sekalipun, namun keberadaanmu waktu itu menyulitkan aku dan Elisa dalam membasmi para Lycan...,” lirih primadona.
Indigo merupakan istilah yang mengacu pada kekuatan atau bakat terpendam seseorang. Setiap orang memiliki indigo, meskipun ada yang menyadarinya maupun tidak. Hanya aku dan primadona yang mengetahui indigo unik yang kumiliki ini.
“Kita adalah teman sepermainan sejak kecil, jadi seharusnya kamu bisa mengerti keadaanku sebagai seorang ketua OSIS kan? Kami ada untuk melindungi kalian semua, para murid dan guru SMA Sumpah Pemuda 1,” ucap primadona dengan suara bergetar.
Primadona dan aku sudah saling kenal sejak masih kecil. Ia kupanggil Usagi, atau Usa, yang berarti kelinci dalam bahasa Jepang. Nama itu kuberikan karena kulitnya yang putih bersih dan sayuran kegemarannya adalah wortel, seperti kelinci. Sebaliknya, primadona menjulukiku Ōkami yang berarti serigala karena indigo yang kumiliki seolah-olah membuatku seperti dewa para Lycan. Panggilan Oka berasal dari julukan tersebut. Julukan-julukan ini menggunakan bahasa Jepang karena waktu masih kecil, kami berdua memang cukup tergila-gila dengan anime dari Jepang.
Lycan sendiri konon merupakan alien yang datang ke bumi dan menyebarkan semacam virus yang disebut Lycanogen. Virus tersebut dapat menyebabkan manusia berubah wujud menjadi Lycan tanpa dapat kembali ke wujud manusia. Keberadaan mereka baru diketahui khalayak umum sejak 17 tahun yang lalu, di mana OATH mulai didirikan oleh pemerintah di berbagai belahan bumi. Lycan yang berasal dari luar angkasa disebut sebagai Lycan Alpha, atau sebagian orang lebih sering menyebut mereka sebagai Ōkami, yang juga menjadi nama panggilanku saat kecil oleh primadona.
 “Sekarang apa yang harus ku-... ”
Primadona berhenti berkata-kata ketika aku mengusap keningnya seperti yang sering kulakukan padanya waktu kami masih kecil dulu.
“Yang berlalu ya biarlah berlalu. Aku mau coba tes masuk OSIS yang bakal diadakan minggu depan,” ucapku sambil tersenyum.
Muka primadona yang sedari tadi muram berubah jadi terkejut.
“HAH? Kamu yakin Oka? Kamu mungkin punya keuntungan karena memiliki indigo yang unik, tapi yakin bisa lolos? Nilai kamu kan jelek-jelek,” tanggap primadona spontan atas ucapanku sebelumnya. Sepertinya sejenak ia lupa kalau tadi ia sedang berduka atas kematian Elisa.
“Yah mungkin aja kan hoki-..”
Honeyyy!? Kamu ngapain sama orang aneh itu?” teriak seorang cowo berkulit pucat menyebalkan yang memotong pembicaraanku dengan primadona.
“Ah, Marco, aku hanya mengobrol sebentar dengan Ok-.. dengan Alvin kok.” jawab primadona pada pacarnya yang norak tersebut.
Primadona berpacaran dengan orang norak ini sejak awal kelas X. Mereka langsung jadian saat baru saling mengenal. Entah apa yang ada di pikiran primadona waktu itu. Semoga saja ia tidak dipelet - begitulah yang kudengar dari beberapa murid cewe tukang gossip - oleh si albino.
“Duh cinta, mending sekarang kamu temenin aku ke mall. Lapar nih. Langsung capcus yuk, sekalian mau liat diskon di salon,” ucap albino norak yang agak kemayu tersebut sambil menarik lengan putih primadona.
“Ahaha iya Marco. Aku temenin kok,” primadona berjalan sambil ditarik namun sempat menoleh kepadaku sambil menyemangatiku, “Semoga kamu berhasil ya Oka!”
Aku melempar senyum kepadanya sambil membayangkan tes seperti apa yang akan kulalui nanti.

***


Aula sekolah yang luasnya kurang lebih separuh lapangan sepakbola dengan langit-langit tinggi dan banyak jendela ini menjadi saksi bisu seremonial dimulainya tes masuk OSIS. Tidak sampai dua puluh murid yang menjadi peserta tes masuk ini.
Pak Fritz, kepala sekolah kami yang berbadan besar dan selalu memakai jas abu-abu ke manapun ia pergi bahkan ke kolam renang sekalipun, mengucapkan pidato pembukaan yang membosankan selama dua jam sebelum akhirnya menjelaskan mengenai tes yang akan dialui para calon anggota OSIS yang baru. Primadona beserta dua anggota OSIS yang lain dan Ibu Anisa berdiri di belakangnya.
“Tes yang akan kalian jalani terdiri dari tiga macam, yaitu tes fisik, kepandaian, dan mental,” Pak Fritz tiba-tiba mengangkat sebuah kepingan seperti medali dengan lambang OSIS.
“Kepada kalian yang berhasil melalui seluruh tes akan diberi kepercayaan untuk mengenakan medali OSIS ini. Medali ini berfungsi untuk memaksimalkan potensi tersembunyi dalam diri masing-masing, atau disebut indigo, termasuk mematerialisasi benda terkait dengan indigo tersebut,” jelas kepala sekolah berambut botak tersebut sambil menyuruh salah seorang anggota OSIS untuk maju.
Simon, anggota OSIS yang kurus ceking dan berkacamata tebal serta tidak pernah terlihat tersenyum apalagi tertawa, memeragakan dirinya mematerialisasi sebuah buku tebal.
“Psstt, Vin. Kalau gue, kira-kira apa ya yang bakal termaterialisasi? Moga-moga pedang perak besar, kan keren. Hehe,” bisik Vincent yang juga ikut tes masuk OSIS karena iseng.
Meneketehe? Buat elo yang mesum sih kayanya DVD porno atau artis bokep yang bakal termaterialisasi,” jawabku cepat sambil membayangkan Lycan berbikini seksi mengalihkan perhatian Lycan-Lycan cowo saat mereka diserang para anggota OSIS.
Tidak lama kemudian, tes pertama dimulai. Frans, anggota OSIS yang berbadan gemuk dan muka penuh jerawat, memegang sebuah alat berbentuk detektor logam.
“Tes pertama adalah tes mental. Saya akan mengetes kalian dengan menggunakan alat baru yang disebut Lycan Detector ini untuk mengukur resistensi terhadap virus Lycanogen. Silakan berbaris satu demi satu,” jelas Frans sambil menyiapkan detektor tersebut.
Satu per satu murid mulai diperiksa dengan detektor tersebut, namun entah mengapa wajah Frans tampak kebingungan setiap selesai memeriksa murid.
“Ada yang aneh Frans?” tanya Vincent yang menjadi ‘pasien’ berikutnya sebelum giliranku diperiksa ‘dokter’ Frans.
Frans menjawab sambil menghidupkan detektor tersebut ke arah Vincent, “Err, dari tadi hasil pembacaan detektor ini...”

Dari tiga... Menjadi... Dua...

ZLEEBBB!!
“AGGHHHH!!!” teriak Frans tiba-tiba saat perutnya ditusuk oleh Vincent yang berubah menjadi Lycan dengan sangat mendadak.
“Fransss!!” Simon dan primadona yang sibuk dengan persiapan tes berikutnya belum sempat bertindak apa-apa saat rekan mereka diserang oleh Lcyan Vincent tersebut. Dalam sekejap, lebih dari setengah murid peserta tes OSIS berubah menjadi Lycan dan membantai murid-murid lainnya.
Frans ditusuk berkali-kali oleh beberapa Lycan sehingga menyerupai sate manusia. Sepertinya tidak mungkin nyawanya dapat tertolong. Primadona dan Simon bergerak cepat untuk meredakan serangan para siswa yang telah menjadi Lycan tersebut. Aku dan beberapa murid yang selamat berlari ke pojok aula untuk berlindung bersama Ibu Anisa dan Pak Fritz, karena jalan menuju pintu keluar aula terhalangi oleh pertempuran OSIS dengan Lycan.
Primadona mengeluarkan berbagai jurus tangan kosong untuk menaklukkan para Lycan, sedangkan Simon menggunakan bukunya untuk memunculkan efek semburan es dan petir. Ia mirip sekali dengan para penyihir dalam game-game petualangan.
“Kenapa sampai terjadi mutasi Lycan masal lagi di sekolah kita!?” teriak primadona sambil menghantam kepala seekor Lycan.
“Tenang Diana, sebaiknya mereka dibereskan dulu baru kita investigasi-..”
“Bagaimana aku bisa tenang Simon!? Frans terbunuh dengan tiba-tiba seperti ini! Kita kehilangan lagi seorang anggota OSIS!”
“Aku tau Diana! Tapi prioritas kita saat ini adalah menjamin keselamatan kepala sekolah dan mereka yang sedang berlindung di sana-.. AWASSS!!!”

Dari dua... Menjadi... Satu...

“KYAAA!!!”
Sebuah semburan api besar tiba-tiba menyerang ke arah primadona, namun Simon melompat mendorongnya sehingga separuh tubuh bagian bawahnya terbakar. Sumber api tersebut adalah seekor Lycan yang berdiri di sampingku. Ya, Ibu Anisa telah tertular virus Lycanogen dan bergerak cepat menyerang OSIS.
Lycan Ibu Anisa menyerang Simon yang lumpuh tak berdaya, namun primadona yang baru diselamatkan Simon dengan sigap menghalangi serangannya. Aku masih terdiam di tempat.
“Kenapa Ibu juga bisa tertular virus Lycanogen!? Kenapaaa!?” teriak primadona dengan histeris yang kini harus menghadapi Lycan Ibu Anisa beserta beberapa Lycan lain mantan siswa peserta tes.
Dengan tubuh yang terbakar separuh, Simon berusaha membantu primadona dengan memunculkan efek petir yang berhasil membunuh para Lycan siswa. Lycan Ibu Anisa bergerak sangat lincah sehingga sulit diserang Simon, namun primadona yang memiliki indigo kecepatan dan kekuatan alami dapat seimbang dengannya.
Di tengah pertarungan sengit tersebut, mendadak Lycan Ibu Anisa menyemburkan api kepada Simon yang tak berdaya.
“Ugh, Ibu, kenapa harus dirimu!?” jerit primadona yang setengah menangis dan langsung berdiri di tengah jalur antara semburan api dan Simon dengan maksud melindunginya.
“AWASS!!” aku berlari kencang menuju primadona untuk berdiri di depannya dan...
“!?”
Api yang disemburkan oleh Lycan Ibu Anisa tiba-tiba berbelok ke arah lain. Seperti yang sudah kuduga, indigo unik yang kumiliki dapat membuat diriku tidak diincar Lycan maupun dikenai serangannya.
Lycan Ibu Anisa yang hendak menyerang kembali tiba-tiba tertahan karena ia terbungkus semacam barrier transparan berbentuk bola ungu yang mengitarinya. Ternyata Simon dapat berteleportasi ke belakangnya dengan memunculkan barrier tersebut menggunakan kekuatannya.
“Simon!? Apa yang kau lakukan?” teriak primadona.
“Sudah saatnya kita mengakhiri ini semua. Aku akan menahan Lycan ini untuk berhenti bergerak. Cepat materialisasi senjata indigo milikmu untuk menyerang barrier ini sehingga ia akan tewas bersamaan dengan hancurnya barrier.”
“Tapi.. Kalau begitu KAU juga akan mati Simon!? Aku TIDAK mau lagi melihat anggota OSIS yang gugur! Aku-..”
“AKU TAHU Diana! Tapi kita tidak punya pilihan lain. Bagaimana kalau Lycan Ibu Anisa menyebarkan virus Lycanogen dan mengubah murid dan guru lain menjadi Lycan?”
“Tapi-..”
“Lakukanlah, Usa!” aku memotong pembicaraan mereka, “Simon tampaknya tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Sebaiknya kau cepat mengakhiri ini semua.”
Primadona tampak bingung.
“Tugas OSIS wajib dijalankan meskipun mengorbankan diri sendiri ataupun sesama anggota OSIS. Lakukanlah, Diana.” bujuk Simon. Ia tampak hampir pingsan.
“... Baiklah. Sebagai ketua OSIS, aku harus mengutamakan keselamatan penghuni sekolah... Terima kasih, Simon, Oka,” primadona mengatubkan kedua tangannya sambil tersenyum simpul dengan wajah sedih, “... dan Ibu Anisa, penasihat kami.”
Primadona mematerialisasi sebuah benda berbentuk pedang besar. Pedang tersebut memancarkan sinar yang terang benderang sehingga mataku hampir tidak bisa melihat.
“... Aku tidak suka mematerialisasi indigo milikku karena kekuatannya yang terlalu besar, tapi tidak ada pilihan lainnya,” ucap primadona sambil mengayunkan pedang besar tersebut ke arah barrier berisi Lycan Ibu Anisa dan Simon.
Begitu pedang besar primadona menyentuh barrier tersebut, hal terakhir yang kulihat adalah senyuman Simon.

***

Hujan kembali turun dengan deras, seolah-olah langit ikut bersedih atas gugurnya seluruh pengurus OSIS selain primadona.
Primadona tampak termenung sendirian di lorong sekolah. Ia berdiri sambil bersandar di dekat jendela memandangi aula yang rusak parah. Beberaa orang petugas yang dikirim OATH sedang melakukan investigasi atas kasus mutasi Lycan masal yang kembali terjadi di sekolah. Aku berjalan menghampirinya pelan untuk menghiburnya.
“Usa...” panggilku dengan pelan, takut mengagetkannya.
Primadona menggelengkan kepalanya ke arahku. Tatapan matanya tampak kosong. Wajahnya yang tegas dan selalu bersemangat berganti dengan kesuraman dan dipenuhi keputusasaan yang dalam.
“A... Aku...,” suaranya terdengar lirih dibarengi dengan isakan kecil, ”Seluruh anggotaku tewas, bahkan aku mengorbankan rekanku sendiri. Aku orang gagal... Aku-...”
Suara primadona terhenti begitu keningnya kuusap-usap dengan pelan seperti waktu kami masih kecil dulu. Butir-butir air matanya mengalir semakin banyak, layaknya sungai yang kembali mengalir setelah arusnya tertahan batu besar.
“Yang lalu biarlah berlalu. Teruslah berjuang untuk rekan-rekan pengurus OSIS yang telah gugur demi mereka,” ucapku dengan tenang.
“Dan jangan lupa juga, pacarmu si albino itu pasti bakal sedih banget kalau melihat cewenya bermuka suram melebihi hantu bermuka pucat kaya gini. Pasti dia lagi kebingungan gara-gara nyari-nyari kamu buat diajak nemenin menicure pedicure.
“Eh!? Siapa yang mukanya pucat kaya hantu?” balas primadona dengan muka cemberut sambil menghardik tanganku yang sedang mengusap keningnya.
“Hehe, yah coba aja kamu cari kaca. Muka kamu yang biasanya cantik jadi kelihatan jelek kaya nenek-nenek tau.”
“Huh! Biarin ah,” gerutu primadona sambil mulai berjalan menjauh dariku, ”Oh ya, kapan-kapan kita makan bareng lagi yuk di warung nasi Bik Sumi dekat rumahku. Udah lama juga kan kita ga bareng ke sana?”
“Sippp!” ucapku sambil mengacungkan jempol ke arahnya
Primadona tersenyum dengan lembut ke arahku. Mukanya sudah tidak sepucat tadi lagi, seolah semuanya baik-baik saja.
Honeyyy!! Kamu ngapain sayang?” teriak cowo albino yang sangat kuketahui dengan jelas. Ia berdiri di ujung lorong seperti bencong di pinggir jalan.
“Oke, tunggu sebentar ya Marco!” balas primadona pada si albino.
“Umm.. makasih ya Oka. Jangan lupa janji kita tadi.”
Primadona berjalan pelan ke arah si albino setelah berterimakasih padaku sesaat. Meskipun masih dalam keadaan bersedih, ia tetap memperlihatkan cara berjalan yang anggun seperti biasanya. Sungguh primadona yang sangat sempurna.

Dari Satu... Yang Terakhir...

Sayang sekali pria yang dipilihnya untuk menjadi seorang pacar sangat tidak sesuai dengan kepribadian primadona yang anggun dan menawan. Marco si albino sangat tidak pantas untuk disandingkan dengan primadona.
Honey, kamu tidak apa-apa kan? Dari tadi aku cari-cari kamu lho dan—KYAAA!!”
“Belakangmu!! Awas Marcooo!!”

Ia pintar... Ia juga kuat... dan anggun...

Seharusnya sejak awal ia tidak menjadi pacar primadona. Apa bagusnya seorang pria berkulit putih pucat dengan gaya norak bagi seorang primadona yang sempurna?
Honeyyy!! Kakiku berdarah banyak!! Cakarnya yang tajam sudah-- KYAA!!”
Lycan brengsekkk!! Menjauh dari Marcooo!!”

Ya... Ia seorang Primadona sejati...

Seharusnya si albino disiksa lebih kejam oleh Lycan besar berjas abu-abu tersebut. Seharusnya ia dimutilasi kecil-kecil seperti Elisa, dibakar dengan api membara seperti Simon, lalu ditusuk-tusuk seperti Frans. Meskipun primadona menyelamatkannya, percuma saja karena si albino sudah kehilangan kaki kanan dan lengan kirinya. Primadona sudah bukan milik si albino lagi.
“Ugh... Honey... Tolong... Aku... Tol...”
“Tidakkk!! Bertahanlah!! Marcooo!!!”

Ia menjadi milikku...

Ya, sebab ia menjadi milikku, Alvin. Sang Ōkami.

--- oOo ---

-- End of OKAMI SAGA: ALPHA - Saga 1: OSIS --

--- oOo ---


Is it over?

Hiya, new kid! Could ya throw that delicious-looking bread for me!?” perintah wanita berambut pirang tersebut padamu.

Nope. It’s far from over…

THIS IS EMERGENCY! EVERYONE PLEASE TAKE YOUR PREPARATION FOR LANDING!! I REPEAT! THIS IS EMERGENCY!!” suara peringatan tersebut terus menerus mendengung, membuatmu kebingungan apa yang terjadi.

This is still in the beginning…

Everyone, please follow me. We will somehow survive in this dangerous place. Do not stray too far from the group!” seru pria berkulit hitam tersebut.

The beginning of your nightmare…

“Mungkin tobacco super pedas ini dapat membantu meringankan sedikit sakit perutmu- GYAA!!” teriak temanmu tepat sebelum si pendek bermutasi menjadi Lycan dan langsung memutilasinya, tepat di depan matamu dan yang lainnya.

And the beginning of the worst omen…

“AGGGGGGGGHHHHHHHHHH!!” teriakan seorang pria yang kau kenal menggema kencang dalam heningnya malam.

- Coming Soon -
OKAMI SAGA: ALPHA

Saga 2
OMEN

Only at The World of Alexander Blue

DISCLAIMER : All of the images serve as illustrative purpose only. They are NOT mine

Character Information 
Untuk mengenal sedikit lebih detil beberapa karakter yang muncul dalam cerita ini, silakan baca informasi di bawah ini. Sebaiknya baca dulu cerita di atas sampai selesai untuk menghindari spoiler.

1.      Alvin Raja Widjaja
Sex            :           Man
Age            :           17 years
Indigo       :           Invincibility (Tidak dapat terkena serangan Lycan)
Race          :           Ōkami
Comment  :           Alvin tampak seperti remaja SMA pada umumnya. Agak nakal, suka bercanda dengan temannya, namun memiliki sebuah obsesi terpendam : Diana. Saat ini masih belum jelas apakah obsesinya pada Diana - yang selalu dipanggilnya sebagai primadona dalam suara hatinya - merupakan suatu bentuk rasa cinta atau terdapat motivasi lainnya. Nama panggilannya oleh Diana saat mereka masih kecil adalah Oka, dari Ōkami. Mungkinkah hanya kebetulan semata bahwa julukan itu diberikan Diana yang mengetahui indigo Alvin karena ia menganggap Alvin sebagai ‘raja’ Lycan?

2.      Diana Valentine
Sex            :           Woman
Age            :           17 years
Indigo       :           Super Body (Kekuatan fisik yang luar biasa)
Race          :           Human
Comment  :           Wanita yang sekilas merupakan karaker Mary Sue (wanita super sempurna) ini sebenarnya merupakan teman masa kecil Alvin dan dipanggil Usa, dari Usagi (Kelinci). Ia sebenarnya memiliki setidaknya dua karakter jelek, yaitu suaranya yang jelek saat bernyanyi dan tingkat kepekaan yang aneh akan rasa sedih (terlihat bahwa saat sedih, ia dapat cepat kembali normal lagi). Character flaw dia yang kedua tersebut sebenarnya terinspirasi dari cerita original OSIS, di mana banyak bagian (mengenai perubahan suasana hati Diana dari sedih menjadi normal) yang dipotong untuk memenuhi kuota kata lomba Fantasy Fiesta 2012.

3.      Anggota OSIS yang lain (Elisa, Frans, Simon)
Sex            :           Woman (Elisa) / Man (Frans & Simon)
Age            :           16 / 17 / 16 years
Indigo       :           Super Accuracy (Elisa) / Super Glutton (Frans) / Wild Mind (Simon)
Race          :           Human
Comment  :           Para anggota OSIS ini akhirnya terbunuh satu demi satu dalam kedua serangan mutasi Lycan masal di SMA tempat Alvin dan Diana bersekolah. Hanya Frans yang tidak sempat dimunculkan kekuatan indigonya di dalam cerita, jadi gw beritahu di bagian informasi karakter ini ^^ Sebenarnya Diana berteman cukup dekat dengan mereka sekalipun masing-masing memiliki kepribadian yang unik (Elisa si jutek, Frans tukang makan, dan Simon kutu buku dengan poker face), namun sayang sekali nasib ketiganya berakhir tragis. Apakah kematian ketiganya oleh para Lycan sudah direncakan atau hanya kebetulan semata?

4.      Others (Vincent, Ibu Anisa, Pak Frits - Kepala Sekolah, Marco)
Indigo       :           ?? (Tidak diketahui)
Race          :           Human
Comment  :           Beberapa karakter pendukung lain yang memiliki porsi kemunculan banyak atau penting. Vincent adalah teman dekat Alvin sejak kelas X dan memang memiliki sifat mesum, namun sayang ia bermutasi menjadi Lycan di tengah ujian menjadi anggota OSIS. Ibu Anisa adalah penasihat OSIS, yang berarti ia juga bekerja untuk organisasi OATH. Ia mengalami nasib yang sama dengan Alvin. Pak Frits sebagai kepala sekolah juga sayangnya bernasib tragis dengan bermutasi menjadi Lycan di akhir cerita (in case ada yang tidak sadar, Lycan besar yang muncul di akhir cerita adalah dia). Marco, pacar Diana yang kemayu, sayangnya bernasib malang dengan dibunuh (yup, dia mati akhirnya) di akhir cerita. Apa semua nasib mereka memang sudah ditentukan seperti ini atau hanya kebetulan semata, jawabannya memang tidak begitu dijelaskan di cerita ini. Please wait for next chapters to find the truth ^^

Additional Comment
Bagi yang pernah melihat versi original, tentu bakal bertanya-tanya. Buat apa gw bikin revisi lagi untuk cerita yang sudah selesai dan ga langsung lanjut aja ke Saga 2: OMEN? Bukannya kurang kerjaan, tapi versi revisi ini memuat lebih detil setting cerita di OSIS (di mana banyak komentar masuk yang mengeluhkan kurang detilnya latar cerita OSIS).

Yang paling signifikan untuk pendetilan seting cerita di sini adalah munculnya organisasi OATH. Pada saat cerita original OSIS dibuat, sebenarnya gw masih belum kepikiran nama yang tepat untuk organisasi yang berhubungan dengan pemberantas Lycan tersebut. Alhasil, organisasi tersebut gak disinggung di cerita original, namun akibatnya malah jadi banyak yang bertanya mengapa polisi atau tentara tidak bergerak membantu menangani wabah Lycanogen dan hanya menyerahkan semuanya pada anggota OSIS.

Bagian yang signifikan juga adalah gw memberikan title ALPHA pada OKAMI SAGA. Yup, untuk semua cerita yang terjadi sebelum cerita utama OKAMI akan dikelompokkan dalam satu title OKAMI SAGA: ALPHA. Seperti yang pernah disinggung di post mengenai pengenalan OKAMI SAGA di sini, cerita pendahuluan dari OKAMI akan terdiri dari 5 cerita pendek. Namun, nantinya akan ada cerita prekuel tambahan yang baru akan gw rilis setelah cerita utama OKAMI sendiri telah selesai.

Oke, semoga versi revisi ini bisa lebih memuaskan ketidaknyamanan yang sempat dirasakan saat membaca versi oiginal ya ^^ And baidewei, selamat menantikan Saga 2 : OMEN agar beberapa misteri di cerita pertama ini terjawab beberapa (atau mungkin akan membuat pertanyaan lebih banyak. Haha) meskipun sekilas settingnya berbeda dengan setting cerita OSIS ^^


Regards,
Alexander Blue

Tidak ada komentar:

Posting Komentar