Sudah
hampir satu jam berlalu sejak Pak Rudi, guru fisika kami yang merupakan seorang
perjaka tua, mengajarkan teori relativitas Einstein. Hampir semua murid di
kelas melakukan kegiatan lain selain mendengarkan ‘khotbah’ membosankan darinya
seperti bermain handphone hingga berkhayal dengan muka mesum seperti Vincent, teman duduk sebelahku.
“Pak, permisi. Saya
boleh minta penjelasan lebih detil tentang hubungan energi dan massa dalam
teori yang dijelaskan tadi?”
“Tentu Diana. Biar bapak jelaskan lebih dalam
lagi agar kamu dan semua murid di kelas dapat semakin memahami pelajaran ini,” terang
Pak Rudi - yang semakin bersemangat untuk ‘berpidato’ lebih panjang dari rel
kereta api - saat menjawab pertanyaan murid cewe yang juga merupakan primadona
di kelas kami.
Bukannya Pak Rudi tidak peduli dengan ulah para
murid kelas XI-2 IPA ini, namun ia memang
sudah
puas asalkan ada satu atau dua orang yang memperhatikannya seperti primadona. Ketua OSIS kami yang juga
merupakan primadona sekolah tersebut selalu serius belajar setiap mengikuti
pelajaran apapun. Selain memiliki wajah rupawan, kulit putih, dan tubuh semulus
penyanyi Beyonce, ia juga sangat berbakat dalam seluruh bidang olahraga.
TUK!
“Aduh! Sakit tau!” decakku dengan sebal karena
dipukul dengan pulpen oleh si mesum Vincent.
“Elo ngeliat ke mana, Vin? Itu si perjaka ting tong
lagi nerangin fisika kok elo malah fokusnya ke si Diana? Mikir apa hayooo,” ejek
Vincent.
“Heh, gue cuman lagi mikirin ujian seni musik
nanti. Suara gue kan bagus, takut menjatuhkan mental murid lainnya gitu loh.”
Vincent spontan menusuk dadaku dengan ujung
pulpen sampai aku hampir saja berteriak kesakitan.
“DUH!! Sakit
tauk, dasar bego mesum!”
“Hush! Daripada elo mikirin hal gak penting, mending cariin cara
buat kita ‘selamat’ di ujian
nanti dari si Diana,” ujar
si mesum sambil melirik ke arah primadona.
Aku mengikuti Vincent melirik primadona
sepintas dan melihat jam dinding di atas whiteboard.
Pelajaran fisika hampir berakhir dan dilanjutkan dengan seni musik. Pelajaran
yang menyenangkan bagi sebagian orang namun menyengsarakan bagi yang lainnya.
***
Dan
dimulailah saat-saat menyengsarakan tersebut.
“Diana Valentine.”
Nama primadona dipanggil oleh Ibu Anisa, guru
seni musik kami sekaligus penasihat OSIS yang masih muda. Biasanya, seluruh
mata murid sekelas akan berbinar-binar setiap melihat primadona berjalan dengan
anggun bak model kelas dunia. Sayangnya, hal ini tidak berlaku setiap ujian
seni musik.
“Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu
Anisa dan teman-teman sekalian. Untuk ujian kali ini, saya akan menyanyikan
Yamko Rambe Yamko, lagu daerah dari Papua,” pidato singkat sang primadona
sebelum mulai bernyanyi. Nyanyiannya lebih
terdengar
seperti suara klakson beberapa truk gandeng yang dibunyikan secara random.
“Suaranya bahkan bisa membuat zombie mati,” bisik Vincent sambil
menutup telinga dengan kedua tangannya.
Ya, kali ini aku setuju
dengan perkataan si mesum. Meskipun memiliki suara yang
kurang bagus, ia tetaplah seorang primadona yang sempurna.
Bagiku.
Dari empat...
Menjadi... Tiga...
DUARRRRR!!!
“!!!”
Seisi kelas langsung terkaget ketika mendengar
ledakan tersebut.
“Lycan...,”
ucap primadona dengan tiba-tiba sambil berlari gesit
keluar dari kelas.
Seluruh murid tampak
panik,
namun Ibu Anisa menenangkan kelas dengan mengatakan bahwa OSIS dapat
mengatasinya.
“Percayalah semuanya, Diana dan anggota OSIS
lain dapat mengatasi serangan para Lycan
tersebut. Mari kita mendoakan keselamatan mereka dari sini, dan jangan ada yang
beranjak keluar dari kelas,” ajak Ibu Anisa dengan suaranya yang menenangkan.
“Hmm.. Setidaknya kita tidak perlu mendengar
nyanyian Diana untuk sementara. Ya kan Vi-... Alvin?” ujar Vincent yang terkejut ketika melihatku beranjak dari
kursi dan berlari keluar kelas.
Aku berlari mengejar primadona tanpa
menghiraukan teriakan Vincent maupun Ibu Anisa. Aku sangat ingin melihat
pertarungannya dengan para Lycan,
manusia setengah serigala dengan kemampuan fisik yang lebih unggul dari manusia
pada umumnya.
Setelah berlari menyusuri lorong sekolah yang
seolah tak berujung ini, aku menuruni tangga untuk menuju ke wilayah
laboratorium sains di lantai satu. Sebuah kepulan asap putih tampak menyembur
dari dalam ruang laboratoium fisika. Aku segera memasuki ruang tersebut dan
mendapati adegan pertarungan yang menakjubkan.
“Haiiittt!!”
Sang primadona menghujamkan pukulan mautnya
bertubi-tubi pada tiga... ah empat ekor Lycan
yang datang menyerbunya dari berbagai arah. Para Lycan tersebut menggunakan celana abu-abu, yang berarti mereka
sebelumnya adalah para murid.
“Hiaattt!!”
Tendangan primadona mengenai telak kepala seekor
Lycan yang menyerang dari belakang
dirinya. Lycan tersebut jatuh
tersungkur di lantai berdarah-darah karena
terhempas ke arah gelas-gelas kaca praktikum fisika. Sang
primadona langsung mengambilnya
untuk melemparnya ke arah dua ekor Lycan
lain yang mencoba mendekatinya.
Satu ekor Lycan
tiba-tiba menyerang dengan meloncat dari
arah atas lemari penyimpan alat praktikum ketika
sang primadona tampak tak menyadarinya, namun sebuah anak panah tiba-tiba
melesat dan menembus persis bagian tengah kepala Lycan malang tersebut hingga darah merah
berhamburan ke mana-mana. Seorang cewe berkuncir kuda
dan kurus pendek tengah berdiri
di belakangku.
“Apa yang murid biasa lakukan di sini? Cepat
pergi dan berlindung di salah satu kelas!” teriak cewe bermuka judes yang kukenal
sebagai salah satu anggota OSIS.
“Alvin!? Apa yang kau lakukan di sini?” teriak
primadona sambil menendang perut seekor Lycan
yang menerjangnya tiba-tiba. “Elisa, antarkan dia ke kelas terdekat. Aku masih
bisa menangani semuanya sendirian di sini.”
“Hm, oke. Kalau begitu hati-hati-.. AWASS!!”
Seekor Lycan
tinggi berjas praktikum tiba-tiba menerjang primadona, namun ia terlambat
menyadarinya. Cakarnya yang tajam hampir merobek perutnya, namun panah yang
dilesatkan Elisa ke arah lengan Lycan
tersebut dan gerakan reflek primadona berhasil meminimalisir luka yang timbul.
“Ia pasti Pak Timothy, guru praktikum fisika
yang dijuluki sebagai tiang listrik. Hati-hati Diana,” ujar Elisa sambil
menyiapkan beberapa anak panah sekaligus. Sang primadona mengangguk pelan dan
menyiapkan kuda-kuda untuk mulai menyerang Pak Timothy.
“Kenapa semua murid
yang sedang ikut praktikum bisa berubah jadi Lycan seperti ini? Gua baru pertama kali tau ada kasus mutasi Lycan masal seperti ini,” ujar Elisa
sambil melesatkan satu-dua anak panah ke Lycan
yang mencoba menyerang primadona dari arah yang tidak terlihat olehnya.
“Aku juga gak tau, Lis.
Sebaiknya kita cepat laporkan ke OATH
segera setelah kita mengalahkan semua Lycan
ini,” jawab primadona sambil menangkis serangan Lycan Pak Timothy.
Aku berjalan mundur perlahan keluar dari ruang
praktikum karena masih ingin menyaksikan pertarungan tersebut dari jarak aman,
namun seekor Lycan pendek yang
mengenakan rok abu-abu tiba-tiba saja muncul dari arah belakangku dan
menyerang... Elisa.
“AWAS!!” teriak primadona, namun terlambat.
Tangan Elisa berhasil dilukai dengan parah ketika
ia melesatkan anak panahnya tepat ke arah mata Lycan pendek tersebut. Darah segar mengalir membasahi lengannya
yang putih.
Lycan Pak
Timothy tiba-tiba menerjang primadona hingga berhasil menjatuhkannya, kemudian
ia langsung menerkam Elisa yang lengah akibat serangan sebelumnya.
“ELISAAAAA!!”
Primadona berteriak kencang dengan wajah pucat
ketika melihat rekannya dimutilasi dalam sekejap oleh Lycan Pak Timothy. Hujan darah terjadi tepat di hadapanku.
Primadona tampak kesulitan untuk bangun,
sedangkan Lycan tinggi tersebut kini
memalingkan wajahnya ke arahku setelah puas mencabik-cabik tubuh yang sudah tak
bernyawa lagi di hadapanku.
***
Hujan
turun dengan deras, namun prosesi pemakaman Elisa yang cukup mewah berjalan
dengan lancar.
Sang wakil ketua OSIS kami yang berwajah jutek
tersebut telah gugur dalam pertempuran di ruangan praktikum. Seluruh teman
dekat dan keluarganya menangis sejadi-jadinya di dekat makam tempat Elisa
berbaring untuk selamanya. Dua orang pria besar berpakaian
serba putih dari OATH juga tampak hadir mengheningkan cipta untuk Elisa.
OATH
merupakan organisasi yang dibentuk khusus oleh pemerintah untuk mempelajari,
meneliti, mengatasi serangan para Lycan,
maupun mencari cara untuk menghentikan penyebaran virus Lycanogen, virus yang dipercaya sebagai penyebab manusia biasa
dapat bermutasi menjadi Lycan. OSIS -
selain berfungsi seperti OSIS pada umumnya - memiliki fungsi sebagai
perpanjangan tangan OATH di sekolah-sekolah sekaligus sebagai salah satu jalan
termudah untuk orang-orang yang ingin bekerja di OATH.
Bicara soal serangan Lycan, dua orang anggota OSIS yang lain datang
membantu tepat pada waktunya sehingga seluruh Lycan di ruangan praktikum berhasil dibunuh. Aku sendiri tidak terluka, sedangkan primadona hanya
mengalami lecet yang tidak begitu parah.
Primadona masih berdiri di dekat makam Elisa,
berusaha untuk menegarkan wajahnya yang tampak pucat.
“Usa... Ah, maksudku Diana,” ucapku sambil
menghampiri primadona dengan perlahan, “Aku turut berduka atas kepergian salah
satu anggota OSIS-mu.”
Primadona masih berdiam sejenak sebelum
akhirnya memandangkan wajah cantiknya ke arahku.
“Al-.. Oka,
apa yang kamu lakukan waktu itu? Kamu mungkin memiliki indigo unik yang membuatmu tidak dapat
diserang para Lycan saat tidur
sekalipun, namun keberadaanmu waktu itu menyulitkan aku dan Elisa dalam
membasmi para Lycan...,” lirih
primadona.
Indigo
merupakan istilah yang mengacu pada kekuatan atau
bakat terpendam seseorang.
Setiap orang memiliki indigo,
meskipun ada yang menyadarinya maupun tidak. Hanya
aku dan primadona yang mengetahui indigo unik yang kumiliki ini.
“Kita adalah teman sepermainan sejak kecil,
jadi seharusnya kamu bisa mengerti keadaanku sebagai seorang ketua OSIS kan?
Kami ada untuk melindungi kalian semua, para murid dan guru SMA Sumpah Pemuda 1,”
ucap primadona dengan suara bergetar.
Primadona dan aku sudah saling kenal sejak
masih kecil. Ia kupanggil Usagi,
atau Usa, yang berarti kelinci dalam bahasa Jepang. Nama itu kuberikan karena
kulitnya yang putih bersih dan sayuran kegemarannya adalah wortel, seperti
kelinci. Sebaliknya, primadona menjulukiku Ōkami
yang berarti serigala karena indigo
yang kumiliki seolah-olah membuatku seperti dewa para Lycan. Panggilan Oka berasal dari julukan tersebut. Julukan-julukan ini menggunakan bahasa Jepang karena
waktu masih kecil, kami berdua memang cukup tergila-gila dengan anime dari Jepang.
Lycan sendiri
konon merupakan alien yang datang ke bumi dan menyebarkan semacam virus yang
disebut Lycanogen. Virus tersebut
dapat menyebabkan manusia berubah wujud menjadi Lycan tanpa dapat kembali ke wujud manusia. Keberadaan mereka baru
diketahui khalayak umum sejak 17 tahun yang lalu, di
mana OATH mulai didirikan oleh pemerintah di berbagai belahan bumi. Lycan yang berasal dari luar angkasa
disebut sebagai Lycan Alpha, atau sebagian
orang lebih sering menyebut mereka sebagai Ōkami,
yang juga menjadi nama panggilanku saat
kecil oleh primadona.
“Sekarang apa yang harus ku-... ”
Primadona berhenti berkata-kata ketika aku
mengusap keningnya seperti yang sering kulakukan padanya waktu kami masih kecil
dulu.
“Yang berlalu ya biarlah
berlalu. Aku mau coba tes
masuk OSIS yang bakal
diadakan minggu depan,” ucapku sambil tersenyum.
Muka primadona yang sedari tadi muram berubah
jadi terkejut.
“HAH? Kamu yakin Oka? Kamu mungkin punya keuntungan
karena memiliki indigo yang unik,
tapi yakin bisa lolos? Nilai kamu kan jelek-jelek,” tanggap primadona spontan
atas ucapanku sebelumnya. Sepertinya sejenak ia
lupa kalau tadi ia sedang berduka atas kematian Elisa.
“Yah mungkin aja kan hoki-..”
“Honeyyy!?
Kamu ngapain sama orang aneh itu?” teriak seorang cowo berkulit pucat
menyebalkan yang memotong pembicaraanku dengan primadona.
“Ah, Marco,
aku hanya mengobrol sebentar dengan Ok-.. dengan Alvin kok.” jawab primadona
pada pacarnya yang norak tersebut.
Primadona berpacaran dengan orang norak ini
sejak awal kelas X. Mereka langsung jadian saat baru saling mengenal. Entah apa
yang ada di pikiran primadona waktu itu.
Semoga saja ia tidak dipelet - begitulah yang kudengar dari beberapa murid cewe
tukang gossip - oleh si albino.
“Duh cinta, mending sekarang kamu temenin aku ke
mall. Lapar nih. Langsung capcus yuk, sekalian mau liat diskon di salon,” ucap
albino norak yang agak kemayu tersebut sambil menarik lengan putih primadona.
“Ahaha iya Marco. Aku temenin kok,” primadona
berjalan sambil ditarik namun sempat menoleh kepadaku sambil menyemangatiku,
“Semoga kamu berhasil ya Oka!”
Aku melempar senyum kepadanya sambil
membayangkan tes seperti apa yang akan kulalui nanti.
***
Aula
sekolah yang luasnya kurang lebih separuh lapangan sepakbola dengan
langit-langit tinggi dan banyak jendela ini
menjadi saksi bisu seremonial dimulainya tes masuk OSIS. Tidak sampai dua puluh
murid yang menjadi peserta tes masuk ini.
Pak Fritz, kepala sekolah kami yang berbadan
besar dan selalu memakai jas abu-abu ke manapun ia pergi bahkan ke kolam renang
sekalipun, mengucapkan pidato pembukaan yang membosankan selama dua jam sebelum
akhirnya menjelaskan mengenai tes yang akan dialui para calon anggota OSIS yang
baru. Primadona beserta dua anggota OSIS yang lain dan Ibu Anisa berdiri di
belakangnya.
“Tes yang akan kalian jalani terdiri dari tiga
macam, yaitu tes fisik, kepandaian, dan mental,” Pak Fritz tiba-tiba mengangkat
sebuah kepingan seperti medali dengan lambang OSIS.
“Kepada kalian yang berhasil melalui seluruh
tes akan diberi kepercayaan untuk mengenakan medali OSIS ini. Medali ini
berfungsi untuk memaksimalkan potensi tersembunyi dalam diri masing-masing,
atau disebut indigo, termasuk
mematerialisasi benda terkait dengan indigo
tersebut,” jelas kepala sekolah berambut botak tersebut sambil menyuruh salah
seorang anggota OSIS untuk maju.
Simon, anggota OSIS yang kurus ceking dan berkacamata
tebal serta tidak pernah terlihat tersenyum apalagi tertawa, memeragakan
dirinya mematerialisasi sebuah buku tebal.
“Psstt, Vin. Kalau gue, kira-kira apa ya yang
bakal termaterialisasi? Moga-moga pedang perak besar, kan keren. Hehe,” bisik
Vincent yang juga ikut tes masuk OSIS karena iseng.
“Meneketehe?
Buat elo yang mesum sih kayanya DVD porno atau artis bokep yang bakal
termaterialisasi,” jawabku cepat sambil membayangkan Lycan berbikini seksi mengalihkan perhatian Lycan-Lycan cowo saat
mereka diserang para anggota OSIS.
Tidak lama kemudian, tes pertama dimulai.
Frans, anggota OSIS yang berbadan gemuk dan muka penuh jerawat, memegang sebuah
alat berbentuk detektor logam.
“Tes pertama adalah tes mental. Saya akan
mengetes kalian dengan menggunakan alat baru yang disebut Lycan Detector ini untuk mengukur resistensi terhadap virus Lycanogen. Silakan berbaris satu demi
satu,” jelas Frans sambil menyiapkan detektor tersebut.
Satu per satu murid mulai diperiksa dengan
detektor tersebut, namun entah mengapa wajah Frans tampak kebingungan setiap
selesai memeriksa murid.
“Ada yang aneh Frans?” tanya Vincent yang
menjadi ‘pasien’ berikutnya sebelum giliranku diperiksa ‘dokter’ Frans.
Frans menjawab sambil menghidupkan detektor
tersebut ke arah Vincent, “Err, dari tadi hasil pembacaan detektor ini...”
Dari
tiga... Menjadi... Dua...
ZLEEBBB!!
“AGGHHHH!!!” teriak Frans tiba-tiba saat
perutnya ditusuk oleh Vincent yang berubah menjadi Lycan dengan sangat mendadak.
“Fransss!!” Simon dan primadona yang sibuk dengan
persiapan tes berikutnya belum sempat bertindak apa-apa saat rekan mereka
diserang oleh Lcyan Vincent tersebut.
Dalam sekejap, lebih dari setengah murid peserta tes OSIS berubah menjadi Lycan dan membantai murid-murid lainnya.
Frans ditusuk berkali-kali oleh beberapa Lycan sehingga menyerupai sate manusia.
Sepertinya tidak mungkin nyawanya dapat tertolong. Primadona dan Simon bergerak
cepat untuk meredakan serangan para siswa yang telah menjadi Lycan tersebut. Aku dan beberapa murid
yang selamat berlari ke pojok aula untuk berlindung bersama Ibu Anisa dan Pak
Fritz, karena jalan menuju pintu keluar aula terhalangi oleh pertempuran OSIS
dengan Lycan.
Primadona mengeluarkan berbagai jurus tangan
kosong untuk menaklukkan para Lycan, sedangkan
Simon menggunakan bukunya untuk memunculkan efek semburan es dan petir. Ia
mirip sekali dengan para penyihir dalam game-game
petualangan.
“Kenapa sampai
terjadi mutasi Lycan masal lagi di
sekolah kita!?” teriak primadona sambil menghantam kepala
seekor Lycan.
“Tenang Diana, sebaiknya mereka dibereskan dulu
baru kita investigasi-..”
“Bagaimana aku bisa tenang Simon!? Frans
terbunuh dengan tiba-tiba seperti ini! Kita kehilangan lagi seorang anggota
OSIS!”
“Aku tau Diana! Tapi prioritas kita saat ini
adalah menjamin keselamatan kepala sekolah dan mereka yang sedang berlindung di
sana-.. AWASSS!!!”
Dari
dua... Menjadi... Satu...
“KYAAA!!!”
Sebuah semburan api besar tiba-tiba menyerang
ke arah primadona, namun Simon melompat mendorongnya sehingga separuh tubuh
bagian bawahnya terbakar. Sumber api tersebut adalah seekor Lycan yang berdiri di sampingku. Ya, Ibu
Anisa telah tertular virus Lycanogen
dan bergerak cepat menyerang OSIS.
Lycan Ibu
Anisa menyerang Simon yang lumpuh tak berdaya, namun primadona yang baru
diselamatkan Simon dengan sigap menghalangi serangannya. Aku masih terdiam di
tempat.
“Kenapa Ibu juga bisa tertular virus Lycanogen!? Kenapaaa!?” teriak primadona
dengan histeris yang kini harus menghadapi Lycan
Ibu Anisa beserta beberapa Lycan lain
mantan siswa peserta tes.
Dengan tubuh yang terbakar separuh, Simon
berusaha membantu primadona dengan memunculkan efek petir yang berhasil
membunuh para Lycan siswa. Lycan Ibu Anisa bergerak sangat lincah
sehingga sulit diserang Simon, namun primadona yang memiliki indigo kecepatan dan kekuatan alami
dapat seimbang dengannya.
Di tengah pertarungan sengit tersebut, mendadak
Lycan Ibu Anisa menyemburkan api
kepada Simon yang tak berdaya.
“Ugh, Ibu, kenapa harus dirimu!?” jerit
primadona yang setengah menangis dan langsung berdiri di tengah jalur antara
semburan api dan Simon dengan maksud melindunginya.
“AWASS!!” aku berlari kencang menuju primadona
untuk berdiri di depannya dan...
“!?”
Api yang disemburkan oleh Lycan Ibu Anisa tiba-tiba berbelok ke arah lain. Seperti yang sudah
kuduga, indigo unik yang kumiliki
dapat membuat diriku tidak diincar Lycan
maupun dikenai serangannya.
Lycan Ibu Anisa
yang hendak menyerang kembali tiba-tiba tertahan karena ia terbungkus semacam barrier transparan berbentuk bola ungu yang
mengitarinya. Ternyata Simon dapat berteleportasi ke belakangnya dengan
memunculkan barrier tersebut menggunakan
kekuatannya.
“Simon!? Apa yang kau lakukan?” teriak primadona.
“Sudah saatnya kita mengakhiri ini semua. Aku
akan menahan Lycan ini untuk berhenti
bergerak. Cepat materialisasi senjata indigo
milikmu untuk menyerang barrier ini sehingga
ia akan tewas bersamaan dengan hancurnya
barrier.”
“Tapi.. Kalau begitu KAU juga akan mati Simon!?
Aku TIDAK mau lagi melihat anggota OSIS yang gugur! Aku-..”
“AKU TAHU Diana! Tapi kita tidak punya pilihan
lain. Bagaimana kalau Lycan Ibu Anisa
menyebarkan virus Lycanogen dan
mengubah murid dan guru lain menjadi Lycan?”
“Tapi-..”
“Lakukanlah, Usa!” aku memotong pembicaraan
mereka, “Simon tampaknya tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Sebaiknya kau
cepat mengakhiri ini semua.”
Primadona tampak bingung.
“Tugas OSIS wajib dijalankan meskipun
mengorbankan diri sendiri ataupun sesama anggota OSIS. Lakukanlah, Diana.”
bujuk Simon. Ia tampak hampir pingsan.
“... Baiklah. Sebagai ketua OSIS, aku harus
mengutamakan keselamatan penghuni sekolah... Terima kasih, Simon, Oka,”
primadona mengatubkan kedua tangannya sambil tersenyum simpul dengan wajah
sedih, “... dan Ibu Anisa, penasihat kami.”
Primadona mematerialisasi sebuah benda
berbentuk pedang besar. Pedang tersebut memancarkan sinar yang terang benderang
sehingga mataku hampir tidak bisa melihat.
“... Aku tidak suka mematerialisasi indigo milikku karena kekuatannya yang
terlalu besar, tapi tidak ada pilihan lainnya,” ucap primadona sambil
mengayunkan pedang besar tersebut ke arah barrier
berisi Lycan Ibu Anisa dan Simon.
Begitu pedang besar primadona menyentuh barrier tersebut, hal terakhir yang
kulihat adalah senyuman Simon.
***
Hujan
kembali turun dengan deras, seolah-olah langit ikut bersedih atas gugurnya
seluruh pengurus OSIS selain primadona.
Primadona tampak termenung sendirian di lorong
sekolah. Ia berdiri sambil bersandar di dekat jendela memandangi aula yang
rusak parah. Beberaa orang petugas yang dikirim OATH
sedang melakukan investigasi atas kasus mutasi Lycan masal yang kembali terjadi di sekolah. Aku
berjalan menghampirinya pelan untuk menghiburnya.
“Usa...” panggilku dengan pelan, takut
mengagetkannya.
Primadona menggelengkan kepalanya ke arahku.
Tatapan matanya tampak kosong. Wajahnya yang tegas dan selalu bersemangat berganti
dengan kesuraman dan dipenuhi keputusasaan yang dalam.
“A... Aku...,” suaranya terdengar lirih
dibarengi dengan isakan kecil, ”Seluruh anggotaku tewas, bahkan aku
mengorbankan rekanku sendiri. Aku orang gagal... Aku-...”
Suara primadona terhenti begitu keningnya
kuusap-usap dengan pelan seperti waktu kami masih kecil dulu. Butir-butir air
matanya mengalir semakin banyak, layaknya sungai yang kembali mengalir setelah
arusnya tertahan batu besar.
“Yang lalu biarlah berlalu. Teruslah berjuang
untuk rekan-rekan pengurus OSIS yang telah gugur demi mereka,” ucapku dengan
tenang.
“Dan jangan lupa juga, pacarmu si albino itu
pasti bakal sedih banget kalau melihat cewenya bermuka suram melebihi hantu bermuka
pucat kaya gini. Pasti dia lagi kebingungan gara-gara nyari-nyari kamu buat diajak
nemenin menicure pedicure.”
“Eh!? Siapa yang mukanya pucat kaya hantu?”
balas primadona dengan muka cemberut sambil menghardik tanganku yang sedang
mengusap keningnya.
“Hehe, yah coba aja kamu cari kaca. Muka kamu
yang biasanya cantik jadi kelihatan jelek kaya nenek-nenek tau.”
“Huh! Biarin ah,” gerutu primadona sambil mulai
berjalan menjauh dariku, ”Oh ya, kapan-kapan kita makan bareng lagi yuk di
warung nasi Bik Sumi dekat rumahku. Udah lama juga kan kita ga bareng ke sana?”
“Sippp!” ucapku sambil mengacungkan jempol ke
arahnya
Primadona tersenyum dengan lembut ke arahku.
Mukanya sudah tidak sepucat tadi lagi, seolah semuanya baik-baik saja.
“Honeyyy!!
Kamu ngapain sayang?” teriak cowo albino yang sangat kuketahui dengan jelas. Ia
berdiri di ujung lorong seperti bencong di pinggir jalan.
“Oke, tunggu sebentar ya Marco!” balas
primadona pada si albino.
“Umm.. makasih ya Oka. Jangan lupa janji kita
tadi.”
Primadona berjalan pelan ke arah si albino
setelah berterimakasih padaku sesaat. Meskipun masih dalam keadaan bersedih, ia
tetap memperlihatkan cara berjalan yang anggun seperti biasanya. Sungguh
primadona yang sangat sempurna.
Dari
Satu... Yang Terakhir...
Sayang sekali pria yang dipilihnya untuk
menjadi seorang pacar sangat tidak sesuai dengan kepribadian primadona yang
anggun dan menawan. Marco si albino sangat tidak pantas untuk disandingkan
dengan primadona.
“Honey,
kamu tidak apa-apa kan? Dari tadi aku cari-cari kamu lho dan—KYAAA!!”
“Belakangmu!! Awas Marcooo!!”
Ia pintar...
Ia juga kuat... dan anggun...
Seharusnya sejak awal ia tidak menjadi pacar
primadona. Apa bagusnya seorang pria berkulit putih pucat dengan gaya norak
bagi seorang primadona yang sempurna?
“Honeyyy!!
Kakiku berdarah banyak!! Cakarnya yang tajam sudah-- KYAA!!”
“Lycan
brengsekkk!! Menjauh dari Marcooo!!”
Ya... Ia
seorang Primadona sejati...
Seharusnya si albino disiksa lebih kejam oleh Lycan besar berjas abu-abu tersebut.
Seharusnya ia dimutilasi kecil-kecil seperti Elisa, dibakar dengan api membara
seperti Simon, lalu ditusuk-tusuk seperti Frans. Meskipun primadona menyelamatkannya,
percuma saja karena si albino sudah kehilangan kaki kanan dan lengan kirinya.
Primadona sudah bukan milik si albino lagi.
“Ugh... Honey...
Tolong... Aku... Tol...”
“Tidakkk!! Bertahanlah!! Marcooo!!!”
Ia
menjadi milikku...
Ya, sebab ia menjadi milikku, Alvin. Sang Ōkami.
--- oOo ---
-- End of OKAMI SAGA: ALPHA - Saga 1:
OSIS --
--- oOo ---
Is
it over?
“Hiya, new kid! Could ya throw that delicious-looking
bread for me!?” perintah wanita berambut pirang tersebut padamu.
Nope.
It’s far from over…
“THIS IS EMERGENCY! EVERYONE PLEASE TAKE YOUR
PREPARATION FOR LANDING!! I REPEAT! THIS IS EMERGENCY!!” suara peringatan
tersebut terus menerus mendengung, membuatmu kebingungan apa yang terjadi.
This
is still in the beginning…
“Everyone, please follow me. We will somehow
survive in this dangerous place. Do not stray too far from the group!” seru
pria berkulit hitam tersebut.
The
beginning of your nightmare…
“Mungkin tobacco super pedas ini dapat membantu
meringankan sedikit sakit perutmu- GYAA…!!” teriak temanmu tepat sebelum si
pendek bermutasi menjadi Lycan dan
langsung memutilasinya, tepat di depan matamu dan yang lainnya.
And
the beginning of the worst omen…
“AGGGGGGGGHHHHHHHHHH!!”
teriakan seorang pria yang kau kenal menggema kencang dalam heningnya malam.
-
Coming Soon -
OKAMI SAGA: ALPHA
Saga
2
OMEN
Only
at The World of Alexander Blue
DISCLAIMER : All of the images serve as illustrative purpose only. They are
NOT mine
Character Information
Untuk mengenal sedikit lebih
detil beberapa karakter yang muncul dalam cerita ini, silakan baca informasi di
bawah ini. Sebaiknya baca dulu cerita di atas sampai selesai untuk menghindari spoiler.
1. Alvin Raja Widjaja
Sex : Man
Age : 17
years
Indigo : Invincibility
(Tidak dapat terkena serangan Lycan)
Race : Ōkami
Comment : Alvin tampak seperti remaja SMA pada umumnya.
Agak nakal, suka bercanda dengan temannya, namun memiliki sebuah obsesi
terpendam : Diana. Saat ini masih belum jelas apakah obsesinya pada Diana -
yang selalu dipanggilnya sebagai primadona
dalam suara hatinya - merupakan suatu bentuk rasa cinta atau terdapat motivasi
lainnya. Nama panggilannya oleh Diana saat mereka masih kecil adalah Oka, dari Ōkami. Mungkinkah hanya kebetulan semata bahwa julukan itu
diberikan Diana yang mengetahui indigo
Alvin karena ia menganggap Alvin sebagai ‘raja’ Lycan?
2. Diana Valentine
Sex : Woman
Age : 17
years
Indigo : Super
Body (Kekuatan fisik yang luar biasa)
Race : Human
Comment : Wanita yang sekilas merupakan karaker
Mary Sue (wanita super sempurna) ini
sebenarnya merupakan teman masa kecil Alvin dan dipanggil Usa, dari Usagi (Kelinci). Ia sebenarnya memiliki
setidaknya dua karakter jelek, yaitu suaranya yang jelek saat bernyanyi dan
tingkat kepekaan yang aneh akan rasa sedih (terlihat bahwa saat sedih, ia dapat
cepat kembali normal lagi). Character
flaw dia yang kedua tersebut sebenarnya terinspirasi dari cerita original
OSIS, di mana banyak bagian (mengenai perubahan suasana hati Diana dari sedih
menjadi normal) yang dipotong untuk memenuhi kuota kata lomba Fantasy Fiesta 2012.
3. Anggota OSIS yang lain (Elisa, Frans, Simon)
Sex : Woman (Elisa) / Man (Frans & Simon)
Age : 16
/ 17 / 16 years
Indigo : Super
Accuracy (Elisa) / Super Glutton
(Frans) / Wild Mind (Simon)
Race : Human
Comment : Para anggota OSIS ini akhirnya
terbunuh satu demi satu dalam kedua serangan mutasi Lycan masal di SMA tempat
Alvin dan Diana bersekolah. Hanya Frans yang tidak sempat dimunculkan kekuatan
indigonya di dalam cerita, jadi gw beritahu di bagian informasi karakter ini ^^
Sebenarnya Diana berteman cukup dekat dengan mereka sekalipun masing-masing
memiliki kepribadian yang unik (Elisa si jutek, Frans tukang makan, dan Simon
kutu buku dengan poker face), namun
sayang sekali nasib ketiganya berakhir tragis. Apakah kematian ketiganya oleh
para Lycan sudah direncakan atau
hanya kebetulan semata?
4. Others (Vincent, Ibu Anisa, Pak Frits - Kepala
Sekolah, Marco)
Indigo : ??
(Tidak diketahui)
Race : Human
Comment : Beberapa karakter pendukung lain yang
memiliki porsi kemunculan banyak atau penting. Vincent adalah teman dekat Alvin
sejak kelas X dan memang memiliki sifat mesum, namun sayang ia bermutasi
menjadi Lycan di tengah ujian menjadi
anggota OSIS. Ibu Anisa adalah penasihat OSIS, yang berarti ia juga bekerja
untuk organisasi OATH. Ia mengalami nasib yang sama dengan Alvin. Pak
Frits sebagai kepala sekolah juga sayangnya bernasib tragis dengan bermutasi
menjadi Lycan di akhir cerita (in case ada yang tidak sadar, Lycan besar yang muncul di akhir cerita
adalah dia). Marco, pacar Diana yang kemayu, sayangnya bernasib malang dengan
dibunuh (yup, dia mati akhirnya) di akhir cerita. Apa semua nasib mereka memang
sudah ditentukan seperti ini atau hanya kebetulan semata, jawabannya memang
tidak begitu dijelaskan di cerita ini. Please
wait for next chapters to find the truth ^^
Additional Comment
Bagi yang pernah melihat versi
original, tentu bakal bertanya-tanya. Buat apa gw bikin revisi lagi untuk
cerita yang sudah selesai dan ga langsung lanjut aja ke Saga 2: OMEN?
Bukannya kurang kerjaan, tapi versi revisi ini memuat lebih detil setting
cerita di OSIS (di mana banyak komentar masuk yang mengeluhkan kurang detilnya
latar cerita OSIS).
Yang paling signifikan untuk pendetilan
seting cerita di sini adalah munculnya organisasi OATH. Pada saat cerita
original OSIS dibuat, sebenarnya gw masih belum kepikiran nama yang tepat untuk
organisasi yang berhubungan dengan pemberantas Lycan tersebut. Alhasil,
organisasi tersebut gak disinggung di cerita original, namun akibatnya malah
jadi banyak yang bertanya mengapa polisi atau tentara tidak bergerak membantu
menangani wabah Lycanogen dan hanya menyerahkan semuanya pada anggota
OSIS.
Bagian yang signifikan juga adalah gw
memberikan title ALPHA pada OKAMI SAGA. Yup, untuk
semua cerita yang terjadi sebelum cerita utama OKAMI akan dikelompokkan dalam
satu title OKAMI SAGA: ALPHA.
Seperti yang pernah disinggung di post mengenai pengenalan OKAMI
SAGA di sini, cerita pendahuluan dari OKAMI akan terdiri
dari 5 cerita pendek. Namun, nantinya akan ada cerita prekuel tambahan
yang baru akan gw rilis setelah cerita utama OKAMI sendiri telah selesai.
Oke, semoga versi revisi ini bisa lebih
memuaskan ketidaknyamanan yang sempat dirasakan saat membaca versi oiginal ya
^^ And baidewei, selamat menantikan Saga 2 : OMEN agar beberapa misteri
di cerita pertama ini terjawab beberapa (atau mungkin akan membuat pertanyaan
lebih banyak. Haha) meskipun sekilas settingnya berbeda dengan setting cerita
OSIS ^^
Regards,
Alexander Blue
Tidak ada komentar:
Posting Komentar